Kamis, 22 Mei 2014

Mahkamah Syar'iah

A.      QONUN-QONUN SYARIAT ISLAM DI ACEH
Banyak qanun yang harus dibuat oleh pemerintah provinsi NAD sbagaimana yang dikehendaki dalam UU No.18 Tahun 2001. Hal tersebut terealisir sebagai berikut.
Tahun 2002 telah disahkan 24 qanun. Mulai dari qonun no. 1 tahun 2002 tentang pola dasar pembangunan provinsi NAD sampai no. 24 tahun 2002 tentang perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Sedang yang menyangkut mahkamah sar’iyah adalah qonun no. 10 tahun 2002 tentang peradilan syariat islam dan qonunno. 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat islam bidang aqidah, ibadah, dan syiar islam.
Tahun 2003 telah disahkan 13 qonun. Mulai dari qonun no. 2 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan dan kewenangan kabupaten dan kota dalam provinsi NAD. Sampai tiga terakhir yang menyangkut langsung mahkamah syar’iyah, yaitu qonun no. 12 tahun 2003 tentang minuman khamar dan sejensnya. Qonun no. 13 tahun 2003 tentang maisir (perjudian). Dan qonun no. 14 tahun 2003 tentang khalwat (mesun).
Tahun 2004 telah dasahkan beberapa qonun. Adapun yang berhubungan dengan pelaksanaan syariat slam ada 2 (dua) qonun, yaitu:
1.      Qonun no. 7 tahun 2004 tentang pelaksanaan zakat.
2.      Qonun no. 11 tahun 2004 tentang tugas fungsional kepolisian.
Setelah berkaca dari rantai perjalanan sejarah masa lalu, aceh kini lebih hati-hati dan cermat dalam menghadapi masalah yang menyangkut administrasi dan hukum tata Negara. Syariat islam yang dilaksanakan mahkamah syar’iyah sebagai peradilan syariat islam tetap dibatasi yakni harus dalam bingkai hukum nasional, walau dalam penjelasan UU no. 18 tahun 2001 dinyatakan bahwa qanun daerah dapat menyampingkan peraturan perundangan.
Sesuai dengan teori hukum, doktrin tidak boleh muncul sebagai pertimbangan hukum, dan memang harus demikianlah terbentuk kondisi objektif, yakni fakta yang sedang berjalan, syariat islam yang akan menjadi hukum materiil dan formil di mahkamah syar’iyah perlu dituliskan, yakni diformalkan dalam bentuk qanun terlebih dahulu. Lebih konkrit dapat dinyatakan bahwa mahkamah syar’iyah akan menjadi qanun sebagai hukum materiil dan formil, di samping hukum materiil dan formil yang telah dipakai dan berjalan selama ini.
Dengan adanya wewenang yang relatif baru maka dilakukan pembekalan dan pelatihan oleh seluruh masyarakat aceh sekaligus sosialisasi qanun-qanun syariat.sekaligus untuk beracara di mahkamah syar’iyah hukum acara tetap berlaku KUHAP, kecuali yang khusus atau tindak pidana tertentu, seperti ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hukuman cambuk sebagai jenis hukuman baru. Dengan demikian, tata cara beracaranya seperti telah disebutkan dalam ketentuan dan prosedur yang diatur dalam KUHAP dan peraturan lain yang sedang berlaku, kecuali untuk beberapa hal khusus yang ditentukan di dalam qanun. Jadi, istilah yang selama ini telah biasa didengar dan biasa digunakan berkaitan dengan prosedur penyelesaian sebuah perkara perbuatan pidana (yang ada dalam KUHAP dan peraturan lainnya) akan juga didengar dan digunakan dalam penyelesaian perkara perbuatan pidana syariat islam yang akan diajukan ke mahkamah syar’iyah misalnya penggunaan prosedur perkara biasa.
Tugas kepolisian dan kejaksaan diemban oleh lembaga yang ada berdasarkan peraturan yang ada. Polisi syariat adalah polisi biasa yang bertugas di bidang syariat islam atau polisi khusus yang diberi tugas membantu polisi biasa untuk menangani perkara pidana syariat islam. Begitu juga istilah jaksa syariat adalah petugas (pejabat) kejaksaan biasa yang diberi tugasmenjadi penuntut umum di mahkamah syar’iyah.
B.      WILAYAH AL-HISBAH DAN WEWENAGNYA
Wilayah hisbah adalah istilah relatif yang sangat populer dalam kitab-kitab as-siyasat asy-syariyah.
Dalam kitab fiqh ada tiga otoritas untuk penegakan hukum, yaitu wilayah al-qadha’, lembaga atau badan yang berwenang menyelesaikan sengketa antara sesame rakyat, masa sekarang pengadilan atau badan arbitrase; wilayah al-mazalim, lembaga atau badan yang berwenang menyelesaikan sengketa antara pejabat (karena menyalah gunakan jabatannya) dengan rakyat, atau antara bangsawan dengan rakyat biasa. Kewenangan ini biasanya dipegang langsung oleh kepala Negara atau gubernur, dan kepala suku. Kewenangan ini ada pada mereka karena parapejabat atau bangsawan tersebut tidak mau menghadap pengadilan, dan lebih dari itu pengadilan sering tidak mempunyai cukup wewenang untuk memaksa atau menghukum mereka. Otoritas berikutnta adalah wilayah al-hisbah (badan pemberi peringatan dan badan pengawas), lembaga atau badan yang berwenang mengingatkan anggota masyarakattentang aturan-aturan yang ada yang harus diikuti, cara menggunakan dan menaati peraturan serta tindakan yang harus dihindari karna bertentangan dengan peraturan. Di antara contoh konkrit yang sering dsebut sebagai tugas dan wewenang lembaga ini adalah mengawasi, memeriksa, dan mengingatkan penggunaan alat-alat ukur (takaran dan timbangan) di pasar-pasar untuk kepentingan perdagangan. mereka juga berwenang menegur, mencegah orang agar terhindar dari perbuatan yang dianggap salah yang melanggar peraturan agar mereka terhindar dari hukuman.
Lembaga ini disamping bertugas menegakkan aturan yang ada dalam hukum, juga bertugas mengungatkan dan menegur orang-orang agar mereka mengikuti aturan moral (akhlak) yang baik, yang sangat dianjurkan di dalam syariat islam yaitu perbuatan haram dan tercela, tetapi tidak sampai dijatuhi hukuman sekiranya seseorang melakukannya.
Sebagai lembaga baru atau lembaga yang akan diperkenalkan kembali, pembahasan tentang organisasi, tugas, kewenangan, pembentukan, rekrutmen, dan status kepegawaiannya di samping mengambil inspirasi dari ketentuan dan keberadaannya dalam sejarah umat islam masa lalu, juga akan mempertimbangkan adat yang telah melembaga serta tradisi yang ada  di tengah masyarakat aceh sekarang, serta memedomani berbagai aturan dan lembaga yang ada berdasarkan perundangan nasional, yang mempunyai tugas dan kewenangan hampir sama, misalnya, Polisi Khusus (POLSUS), Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP), atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Dari kutipan diatas terlihat bahwa wilayah al-hisbah akan dijadikan bagian integral pelaksanaan qanun-qanun syariat islam, dengan tugas utama melakukan sosialisasi, pengawasan, dan pembinaan sehingga masyarakat akan merasa diberitahu, diingatkan bahkan mendapat binbingan tentang perilaku dan perbuatan yang baik perlu (seharusnya) mereka tempuh dan lakukan serta menghindari perbuatan dan prilaku tercela yang tidak diizinkan oleh qanun secara khusus, atau oleh perturan perundangan syariat islam lainnya secara lebih umum.
Sebagai penjabaran atas perintah qanun-qanun diatas, dikeluarkan keputusan gubernur nomor 1 tahun 2004 tentang pembentukan, organisasi, dan tata kerja wilayah al-hisbah. Bermanfaat untuk diulangi kembali, dalam qanun-qanun yang disahkan pada tahun 2002 dan 2003, susunan organisasi, kewenangan, dan tata kerja wilayah al-hisbah cukup di atur melalui keputusan gubernur. Tetapi, dalam qanun nomor 11 tahun 2004 tentang tugas fungsional kepolisian nanggroe aceh Darussalam yang disahkan setelah keputusan gubernur tentang wilayah al-hisbah ini dikeluarkan-ditentukan bahwa kedudukan, susunan, dan tata kerja wilayah al-hisbah perlu diatur dalam qanun tersendiri. Jadi, tidak cukup hanya dengan keputusan gubernur. Masalah kedudukan, kewenangan, dan tata kerja wilayah al-hisbah dapat diatur melalui keputusan gubernur. Dengan demikian, perubahan pandangan dalam qanun yang ada sebelum al-hisbah dibentuk dengan qanun-qanun diatas digunakan istilah pejabat wilayah al-hisbah, sedang di dalam keputusan gubernur digunakan istilah muhtasib yang diberi pengertian tenaga wilayah al-hisbah yang bertugas mengawasi pelanggaran qanun syariat islam.
Mengenai pengertian wilayah al-hisbah dalam pasal 1 angka 7 disebutkan, wilayah al-hisbah adalah lembaga yang bertugas mengawasi, membina, dan melakukan advokasi terhadap pelaksana peraturan perundang-undangan bidang syariat islamdalam rangka melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar.
Ø  Mengenai tugas dalam pasal 4 disebutkan:
1.      Wilayah al-hisbah mempunyai tugas:
a.      Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang syariat islam.
b.      Melakukan pembinaan dan advokasi spiritual terhadap setiap orang berdasarkan bukti permulaan patut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang syariat islam.
c.       Pada saat tugas pembinaan mulai dilakukan, muhtasib perlu memberitahukan hal itu kepada penyidik terdekat atau kepada keuchik/kepala gampong dan keluarga pelaku.
d.      Melimpahkan perkara pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang syariat islam kepada penyidik.
2.      Pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 huruf a meliputi:
a.      Memberitahukan kepada masyarakat tentang adanya peraturan perundang-undangan dibidang syariat islam.
b.      Menentukan adanya perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan syariat islam.
3.      Pelaksanaan tugas pembinaan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4 ayat 1 huruf b meliputi:
a.      Menegur, memperingatkan, dan menasihati seseorang yang patut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sariat islam.
b.      Berupaya untuk menghentikan kegiatan/perbuatan yang patut diduga telah melanggar peraturan perundang-undangan di bidang syariat islam.
c.       Menyelesaikan perkara pelanggaran tersebut melalui rapat adat gampong.
d.      Memberitahukan pihak terkait tentang adanya dugaan telah terjadi penyalahgunaan izin penggunaan suatu tempat atau sarana.
Agar dapat melaksanakan tugas tersebut, wilayah al-hisbah diberi kewenangan yang diatur dalam pasal 5 sebagai berikut:
1.      Wilayah al-hisbah mempunyai kewenangan:
a.      Melakikan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan dan perundang-undangan di bidang syariat islam.
b.      Menegur, menasihati, mencegah, dan melarang setiap orang yang patut diduga telah, sedang atau akan melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang syariat islam.
2.      Muhtasib berwenang:
a.      Menerima laporan pengaduan dari masyarakat.
b.      Menyuruh berhenti seseorang yang patut diduga sebagai pelaku pelanggaran.
c.       Meminta keterangan identitas setiap orang yang patut diduga telah dan sedang melakukan pelanggaran.
d.      Menghentikan kegiatan yang patut diduga melanggar peraturan perundang-undangan.
3.      Dalam proses pembinaan, muhtasib berwenang meminta bantuan kepada keuchik dan tuha peut setempat.
4.      Muhtasib dalam menjalankan tugas pembinaan terhadap seseorang yang diduga melakukan pelanggaran diberi kesempatan maksimal 3 kali dalam masa tertentu.

5.      Setiap orang yang pernah mendapatkan pembinaan petugas muhtasib tetapi masih melanggar akan diajukan kepada penyidik.

1 komentar:

  1. As stated by Stanford Medical, It is in fact the one and ONLY reason this country's women live 10 years more and weigh an average of 42 pounds less than us.

    (And actually, it is not related to genetics or some secret exercise and really, EVERYTHING to around "how" they are eating.)

    P.S, What I said is "HOW", not "WHAT"...

    CLICK on this link to reveal if this quick questionnaire can help you release your true weight loss possibilities

    BalasHapus