A. QONUN-QONUN SYARIAT ISLAM DI ACEH
Banyak qanun yang harus dibuat oleh
pemerintah provinsi NAD sbagaimana yang dikehendaki dalam UU No.18 Tahun 2001.
Hal tersebut terealisir sebagai berikut.
Tahun 2002 telah disahkan 24 qanun.
Mulai dari qonun no. 1 tahun 2002 tentang pola dasar pembangunan provinsi NAD
sampai no. 24 tahun 2002 tentang perubahan anggaran pendapatan dan belanja
daerah. Sedang yang menyangkut mahkamah sar’iyah adalah qonun no. 10 tahun 2002
tentang peradilan syariat islam dan qonunno. 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan
syariat islam bidang aqidah, ibadah, dan syiar islam.
Tahun 2003 telah disahkan 13 qonun.
Mulai dari qonun no. 2 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan dan kewenangan
kabupaten dan kota dalam provinsi NAD. Sampai tiga terakhir yang menyangkut
langsung mahkamah syar’iyah, yaitu qonun no. 12 tahun 2003 tentang minuman
khamar dan sejensnya. Qonun no. 13 tahun 2003 tentang maisir (perjudian). Dan
qonun no. 14 tahun 2003 tentang khalwat (mesun).
Tahun 2004 telah dasahkan beberapa
qonun. Adapun yang berhubungan dengan pelaksanaan syariat slam ada 2 (dua)
qonun, yaitu:
1. Qonun no. 7 tahun 2004 tentang
pelaksanaan zakat.
2. Qonun no. 11 tahun 2004 tentang tugas
fungsional kepolisian.
Setelah
berkaca dari rantai perjalanan sejarah masa lalu, aceh kini lebih hati-hati dan
cermat dalam menghadapi masalah yang menyangkut administrasi dan hukum tata
Negara. Syariat islam yang dilaksanakan mahkamah syar’iyah sebagai peradilan
syariat islam tetap dibatasi yakni harus dalam bingkai hukum nasional, walau
dalam penjelasan UU no. 18 tahun 2001 dinyatakan bahwa qanun daerah dapat
menyampingkan peraturan perundangan.
Sesuai
dengan teori hukum, doktrin tidak boleh muncul sebagai pertimbangan hukum, dan
memang harus demikianlah terbentuk kondisi objektif, yakni fakta yang sedang
berjalan, syariat islam yang akan menjadi hukum materiil dan formil di mahkamah
syar’iyah perlu dituliskan, yakni diformalkan dalam bentuk qanun terlebih
dahulu. Lebih konkrit dapat dinyatakan bahwa mahkamah syar’iyah akan menjadi
qanun sebagai hukum materiil dan formil, di samping hukum materiil dan formil
yang telah dipakai dan berjalan selama ini.
Dengan
adanya wewenang yang relatif baru maka dilakukan pembekalan dan pelatihan oleh
seluruh masyarakat aceh sekaligus sosialisasi qanun-qanun syariat.sekaligus
untuk beracara di mahkamah syar’iyah hukum acara tetap berlaku KUHAP, kecuali
yang khusus atau tindak pidana tertentu, seperti ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan hukuman cambuk sebagai jenis hukuman baru. Dengan demikian,
tata cara beracaranya seperti telah disebutkan dalam ketentuan dan prosedur
yang diatur dalam KUHAP dan peraturan lain yang sedang berlaku, kecuali untuk
beberapa hal khusus yang ditentukan di dalam qanun. Jadi, istilah yang selama
ini telah biasa didengar dan biasa digunakan berkaitan dengan prosedur
penyelesaian sebuah perkara perbuatan pidana (yang ada dalam KUHAP dan
peraturan lainnya) akan juga didengar dan digunakan dalam penyelesaian perkara
perbuatan pidana syariat islam yang akan diajukan ke mahkamah syar’iyah
misalnya penggunaan prosedur perkara biasa.
Tugas
kepolisian dan kejaksaan diemban oleh lembaga yang ada berdasarkan peraturan
yang ada. Polisi syariat adalah polisi biasa yang bertugas di bidang syariat
islam atau polisi khusus yang diberi tugas membantu polisi biasa untuk
menangani perkara pidana syariat islam. Begitu juga istilah jaksa syariat
adalah petugas (pejabat) kejaksaan biasa yang diberi tugasmenjadi penuntut umum
di mahkamah syar’iyah.
B. WILAYAH AL-HISBAH DAN WEWENAGNYA
Wilayah hisbah adalah istilah relatif
yang sangat populer dalam kitab-kitab as-siyasat asy-syariyah.
Dalam kitab fiqh ada tiga otoritas
untuk penegakan hukum, yaitu wilayah al-qadha’, lembaga atau badan yang
berwenang menyelesaikan sengketa antara sesame rakyat, masa sekarang pengadilan
atau badan arbitrase; wilayah al-mazalim, lembaga atau badan yang berwenang
menyelesaikan sengketa antara pejabat (karena menyalah gunakan jabatannya)
dengan rakyat, atau antara bangsawan dengan rakyat biasa. Kewenangan ini
biasanya dipegang langsung oleh kepala Negara atau gubernur, dan kepala suku.
Kewenangan ini ada pada mereka karena parapejabat atau bangsawan tersebut tidak
mau menghadap pengadilan, dan lebih dari itu pengadilan sering tidak mempunyai
cukup wewenang untuk memaksa atau menghukum mereka. Otoritas berikutnta adalah
wilayah al-hisbah (badan pemberi peringatan dan badan pengawas), lembaga atau
badan yang berwenang mengingatkan anggota masyarakattentang aturan-aturan yang
ada yang harus diikuti, cara menggunakan dan menaati peraturan serta tindakan
yang harus dihindari karna bertentangan dengan peraturan. Di antara contoh
konkrit yang sering dsebut sebagai tugas dan wewenang lembaga ini adalah
mengawasi, memeriksa, dan mengingatkan penggunaan alat-alat ukur (takaran dan
timbangan) di pasar-pasar untuk kepentingan perdagangan. mereka juga berwenang
menegur, mencegah orang agar terhindar dari perbuatan yang dianggap salah yang
melanggar peraturan agar mereka terhindar dari hukuman.
Lembaga ini disamping bertugas
menegakkan aturan yang ada dalam hukum, juga bertugas mengungatkan dan menegur
orang-orang agar mereka mengikuti aturan moral (akhlak) yang baik, yang sangat
dianjurkan di dalam syariat islam yaitu perbuatan haram dan tercela, tetapi
tidak sampai dijatuhi hukuman sekiranya seseorang melakukannya.
Sebagai lembaga baru atau lembaga
yang akan diperkenalkan kembali, pembahasan tentang organisasi, tugas,
kewenangan, pembentukan, rekrutmen, dan status kepegawaiannya di samping
mengambil inspirasi dari ketentuan dan keberadaannya dalam sejarah umat islam
masa lalu, juga akan mempertimbangkan adat yang telah melembaga serta tradisi
yang ada di tengah masyarakat aceh
sekarang, serta memedomani berbagai aturan dan lembaga yang ada berdasarkan
perundangan nasional, yang mempunyai tugas dan kewenangan hampir sama,
misalnya, Polisi Khusus (POLSUS), Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP), atau
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Dari kutipan diatas terlihat bahwa
wilayah al-hisbah akan dijadikan bagian integral pelaksanaan qanun-qanun
syariat islam, dengan tugas utama melakukan sosialisasi, pengawasan, dan
pembinaan sehingga masyarakat akan merasa diberitahu, diingatkan bahkan
mendapat binbingan tentang perilaku dan perbuatan yang baik perlu (seharusnya)
mereka tempuh dan lakukan serta menghindari perbuatan dan prilaku tercela yang
tidak diizinkan oleh qanun secara khusus, atau oleh perturan perundangan
syariat islam lainnya secara lebih umum.
Sebagai penjabaran atas perintah
qanun-qanun diatas, dikeluarkan keputusan gubernur nomor 1 tahun 2004 tentang
pembentukan, organisasi, dan tata kerja wilayah al-hisbah. Bermanfaat untuk
diulangi kembali, dalam qanun-qanun yang disahkan pada tahun 2002 dan 2003,
susunan organisasi, kewenangan, dan tata kerja wilayah al-hisbah cukup di atur
melalui keputusan gubernur. Tetapi, dalam qanun nomor 11 tahun 2004 tentang
tugas fungsional kepolisian nanggroe aceh Darussalam yang disahkan setelah
keputusan gubernur tentang wilayah al-hisbah ini dikeluarkan-ditentukan bahwa
kedudukan, susunan, dan tata kerja wilayah al-hisbah perlu diatur dalam qanun
tersendiri. Jadi, tidak cukup hanya dengan keputusan gubernur. Masalah
kedudukan, kewenangan, dan tata kerja wilayah al-hisbah dapat diatur melalui keputusan
gubernur. Dengan demikian, perubahan pandangan dalam qanun yang ada sebelum
al-hisbah dibentuk dengan qanun-qanun diatas digunakan istilah pejabat wilayah
al-hisbah, sedang di dalam keputusan gubernur digunakan istilah muhtasib yang
diberi pengertian tenaga wilayah al-hisbah yang bertugas mengawasi pelanggaran
qanun syariat islam.
Mengenai pengertian wilayah al-hisbah
dalam pasal 1 angka 7 disebutkan, wilayah al-hisbah adalah lembaga yang
bertugas mengawasi, membina, dan melakukan advokasi terhadap pelaksana
peraturan perundang-undangan bidang syariat islamdalam rangka melaksanakan amar
ma’ruf nahi mungkar.
Ø Mengenai tugas dalam pasal 4
disebutkan:
1. Wilayah al-hisbah mempunyai tugas:
a. Melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan dan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang syariat
islam.
b. Melakukan pembinaan dan advokasi
spiritual terhadap setiap orang berdasarkan bukti permulaan patut diduga telah
melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang syariat
islam.
c. Pada saat tugas pembinaan mulai
dilakukan, muhtasib perlu memberitahukan hal itu kepada penyidik terdekat atau
kepada keuchik/kepala gampong dan keluarga pelaku.
d. Melimpahkan perkara pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang syariat islam kepada penyidik.
2. Pelaksanaan tugas pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 huruf a meliputi:
a. Memberitahukan kepada masyarakat
tentang adanya peraturan perundang-undangan dibidang syariat islam.
b. Menentukan adanya perbuatan
pelanggaran terhadap ketentuan syariat islam.
3. Pelaksanaan tugas pembinaan
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4 ayat 1 huruf b meliputi:
a. Menegur, memperingatkan, dan
menasihati seseorang yang patut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sariat islam.
b. Berupaya untuk menghentikan
kegiatan/perbuatan yang patut diduga telah melanggar peraturan
perundang-undangan di bidang syariat islam.
c. Menyelesaikan perkara pelanggaran
tersebut melalui rapat adat gampong.
d. Memberitahukan pihak terkait tentang
adanya dugaan telah terjadi penyalahgunaan izin penggunaan suatu tempat atau
sarana.
Agar
dapat melaksanakan tugas tersebut, wilayah al-hisbah diberi kewenangan yang
diatur dalam pasal 5 sebagai berikut:
1. Wilayah al-hisbah mempunyai
kewenangan:
a. Melakikan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan dan perundang-undangan di bidang syariat islam.
b. Menegur, menasihati, mencegah, dan
melarang setiap orang yang patut diduga telah, sedang atau akan melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang syariat islam.
2. Muhtasib berwenang:
a. Menerima laporan pengaduan dari
masyarakat.
b. Menyuruh berhenti seseorang yang
patut diduga sebagai pelaku pelanggaran.
c. Meminta keterangan identitas setiap
orang yang patut diduga telah dan sedang melakukan pelanggaran.
d. Menghentikan kegiatan yang patut
diduga melanggar peraturan perundang-undangan.
3. Dalam proses pembinaan, muhtasib
berwenang meminta bantuan kepada keuchik dan tuha peut setempat.
4. Muhtasib dalam menjalankan tugas
pembinaan terhadap seseorang yang diduga melakukan pelanggaran diberi
kesempatan maksimal 3 kali dalam masa tertentu.
5. Setiap orang yang pernah mendapatkan
pembinaan petugas muhtasib tetapi masih melanggar akan diajukan kepada
penyidik.
As stated by Stanford Medical, It is in fact the one and ONLY reason this country's women live 10 years more and weigh an average of 42 pounds less than us.
BalasHapus(And actually, it is not related to genetics or some secret exercise and really, EVERYTHING to around "how" they are eating.)
P.S, What I said is "HOW", not "WHAT"...
CLICK on this link to reveal if this quick questionnaire can help you release your true weight loss possibilities